MENYIKAPI KENAIKAN GAJI PEJABAT KAITANNYA DENGAN ISU KEMISKINAN; PANDANGAN EKONOMI ISLAM
Oleh: Hulwati
A. Pendahuluan
Sejak 5 tahun terakhir bencana tidak henti-hentinya menimpa masyarakat Indonesia, datang silih berganti, belum selesai bencana yang satu di atasi bencana berikutnya datang lagi demikian adanya sampai sekarang. Jelas dalam hal ini, bencana tersebut tidak mampu diprediksi oleh manusia bakal terjadi. Berkaitan dengan permasalahan tersebut dari mana dana/anggaran untuk membantu masyarakat dan memperbaiki bangunan yang tertimpa bencana ini ini diambilkan? Meskipun ada bantuan tetapi sifatnya sementara.
Sementara itu di tengah paniknya pemerintah memikirkan dana bantuan untuk para korban bencana dan memperbaiki infrastruktur yang rusak para pejabat negara ternyata mereka menyuarakan agar gaji mereka dinaikan. Pada hal sebenarnya mereka harus memikirkan bagaimana keadaan rakyat. Namun pada realitanya mereka hanya meikirkan kepentingan pribadi (self interest), dan ini merupakan prinsip ekonomi kapitalis.
Begitu juga Parlemen, ia merupakan wakil rakyat yang akan menyuarakan beberapa kepentingan rakyat itu sendiri. Namun kepentingan-kepentingan ini tidak sesuai dengan realita di lapangan setelah wakil rakyat apakah presiden, anggota DPR maupun pejabat negara lainnya menjabat atau memimpin suatu bangsa seperti apa yang terlihat di Indonesia sekarang ini. Wakil rakyat sebut saja pemerintah hanya akan mendahulukan kepentingan-kepentingan pribadi. Dalam artian mereka tidak lagi menyuarakan atau mendengarkan keluhan-keluhan yang dirasakan oleh rakyat.
Pada umumnya kenaikan gaji tersebut ditanggapi; pro dan kontra bermunculan menanggapi isu ini. Wajar saja pro dan kontra ini terjadi, pro karena keinginan mereka dikabulkan, walalupun pemerintah akan berhutang lagi untuk menambah gaji mereka. Pandangan yang tidak setuju apa lagi, karena untuk apa lagi gaji mereka dinaikan, mereka sudah merasa cukup dengan gaji yang sudah ada. Kenapa mereka tidak memikirkan persoalan-persoalan rakyat yang ditimpa bencana, isu kemiskinan, busung lapar yang sampai sekarang belum dapat dicarikan solusi. Bagaimana sebenarnya pemerintah menyikapi semua ini, apakah rakyat akan dibiarkan menderita kemiskinan selama hayat mereka? Apakah tidak ada usaha pemerintah untuk menangani semua ini? Tulisan ini mencoba menguak kembali peran pemerintah konsep Ekonomi Islam terhadap masyarakat berkaitan dengan peranan pemerintah dan negara.
B. Bercermin pada Sejarah
Dalam ekonomi Islam dijelaskan bahwa mengutamakan keadilan dan kesejahteraan rakyat merupakan instrumen yang utama dan ideal. Hendra Halwani: 69.
Al-Mawardi dalam bukunya al-Ahkam al-Sulthaniyah hal, 5 berpandangan bahwa kekuasaan mutlak merupakan keharusan untuk memelihara agama dan mengurus dunia. Islam juga menegaskan bahwa kepentingan publik merupakan kewajiban keagamaan dan moral penguasa. Karena itu negara memiliki peran aktif demi terealisasinya tujuan material dan sppritual, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w; “Setiap penguasa diberi amanat dalam urursan rakyatnya dan ia meninggal dalam keadaan tidak jujur ketika memperlakukan warga nya, Allah mengharamkan surga baginya”.
Berdasarkan hadis tersebut kita memalingkan sejenak pemikiran kita kepada masa silam, dimana Rasulullah telah merubah sistem perekonomian negara termasuk keuangan sesuai dengan apa yang telah diungkapkan al-Qur’an dan hal ini sekaligus merupakan landasan dalam sistem ekonomi Islam. Di antara kebijakan ekonomi tersebut adalah 3: 26, 2: 30, 7: 10, 103: 1-3, al-Hasyr: 7, eksploitasi ekonomi di larang.
Sumber pendapatan negara pada waktu itu di ambil dari pajak (kharaj, jizyah, ushr dsb) dan zakat yang dibayarkan oleh masyarakat non-muslim dan muslim, kemudian disimpan di Bait al-Mal kemudian dialokasikan dan didistribusikan kepada mereka yang membutuhkan secara merata, dan sumber-sumber tersebut merupakan amanat yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
Demikian juga masa khalifah Abu Bakar Shiddiq, beliau meneruskan kebijakan yang dilakukan Rasulullah, dengan pengertian selalu memikirkan masyarakat dengan memberikan anggaran belanja negara untuk kepentingan mereka, dan tidak seorangpun yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan seperti ini berimplikasi untuk memperkecil jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin. Begitu juga pada masa khalifah berikutnya; Umar bin Chatab, kebijakan yang dibuat oleh Umar bin Chatab adalah bahwa pihak eksekutif tidak boleh intervensi dalam hal anggaran belanja negara. Begitu juga pada masa beliau memimpin negara; d Umar bin Chatab melihat keadaan rakyatnya pada malam hari, ternyata masih ada rakyatnya yang menderita kemiskinan dan tidak mempunyai sebarang makanan untuk dimakan. Dalam keadaan seperti in Umar langsung mengambil sekarung gandum dan dipikul untuk rakyatnya tersebut. terlihat begitu besarnya amanah dan tanggungjawab yang harus dipikul bagi seorang pemimpin negara. Rasulullah saw bersabda: “Jabatan adalah amanah, ia akan menjadi hinaan pada hari kiamat kecuali bagi oarang-orang yang sanggup memikulnya dan membayar kepada siapapun haknya. Seburuk-buruk pejabat adalah mereka yang kasar dan tidak lembut.”
Begitu juga apa yang dipaparkan Abu Yusuf dalam kitab al-Kharaj, dimana beliau menganjurkan kepada khalifah Harun al-Rasyid agar memperhatikan apa yang telah diamanahkan Allah kepadanya. Selanjutnya ungkapan-ungkapan yang dikemukakan Abu Yusuf dalam kitab al-Kharaj berkaitan dengan kekuasaan dan kepemimpinan kepala negara. Ungkapan ini di sampaikan kepada gubernur pada masa itu, Abu Musa al-cAsyri. Dalam hadis dijelaskan “Sebaik-baik pemerintah (pemimpin) adalah mereka yang memperhatikan kepentingan dan kemakmuran masyarakatnya, dan seburuk-buruk pemerintah adalah mereka yang menemui kesukaran “. Di samping itu al-Ghazali juga menegaskan bahwa salah satu kewajiban sosial yang mesti dijalankan oleh negara dan tanggungjawab penguasa adalah membantu rakyat ketika mereka menghadapi kelaparan dan penderitaan.
Berdasarkan pernyataan yang telah dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa tugas dari penguasa dan pejabat negara adalah untuk mensejahterakan rakyat, dan ia merupakan amanah yang mesti dijalankan. Prinsip kesejahteraan atau kemaslahatan bagi manusia merupakan cita-cita yang mesti diwujudkan dan ini merupakan tujuan dari syaraih itu sendiri (maqasid al-sharicah). Dalam artian bahwa tugas penguasa adalah untuk memenuhi kebutuhan primer (basic need) masyarakat, dan ini merupakan kewajiban dalam bidang ekonomi, moral dan keagamaan. Jelas, kebutuhan primer yang dimakdus disini adalah terkait dengan sandang, pangan dan papan. Dengan demikian tugas utama negara adalah memperhatikan kesejahteraan bagi rakyat yang dipimpinnya dengan terpenuhi keperluan asas manusia dalam masyarakat, sehingga tidak ada rakyat yang miskin dan meminta-minta.
D. Kemiskinan
Menurut catatan Bank Dunia jumlah kemiskinan di Indonesia akir tahun 2007 adalah 49,5%, sementara catatan yang disampaikan oleh BPS angka kemiskinan mencapai 16,5%. Perbedaan angka yang dikemukakan oleh bank dunia dengan BPS sebenarnya tidak perlu dipertentangkan. Secara kasat mata angka yang diberikan BPS tidak riil, karena melihat nasib bangsa yang semakin hari semakin parah dengan penderitaan dan tidak terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari jelas angka yang dikemukakan oleh bank dunia merupakan angka yang cukup dipercaya, lebih lagi dengan melihat bencana yang semakin hari selalu menimpa bangsa ini, dan itu belum dapat diselesaikan oleh pemerintah berkaitan dengan bantuan. Sikap mendua dari pemerintah dalam mendistribusikan bantuan menjadikan rakyat tertunggu-tunggu dan berada dalam penderitaan yang berkepanjangan, lihat saja sejak 2004, tsunami Aceh, banjir yang setiap tahun melanda daerah di Indonesia, lumpur lapindo, gempa yang berterusan, penderitaan ini menjadikan rakyat bertambah miskin.
Kemudian kita saksikan lagi melalui media, beberapa orang tua tega membunuh anak dan keluarganya karena takut menghadapi masa depan yang tidak pasti. Dari kasus-kasus tersebut, kemiskinan dapat mengalahkan nilai-nilai moral. Kemiskinan merenggangkan hubungan antar keluarga, orang tua mengorbankan anak dan keluarganya takut karena kemiskinan/akibat dililit oleh kemiskinan; al-Quran sendiri telah menegaskan dalam surat al-An’am: 151 “janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memeberi rezeki kepada kamu dan mereka...” Dengan begitu jelas bahwa dampak peekonomian yang tidak menguntungkan/kemiskinan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap prilaku seseorang, dalam artian mendorong mereka untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan agama dan moral.
Demikian juga halnya, kemiskinan juga berdampak tidak baik terhadap kehidupan sosial. Menurut Yusuf Qardhawi; orang dapat saja bertoleransi apabila kemisknan yang menimpa mereka disebabkan oleh sedikitnya sumber penghasilan dan banyaknya jumlah penduduk. Akan tetapi apabila kemiskinan tersebut disebabkan oleh segolongan orang, bermewah-mewahnya sekelompok masyarakat di atas penderitaan orang banyak. Jelas, kemiskinan semacam ini menimbulkan keguncangan dan keresahan di tengah masyarakat, dan akan memutuskan tali persaudaraan antara sesama mereka. Di samping itu kemiskinan berbahaya terhadap kedaulatan, kebebasan dan kemerdekaan. Rakyat yang hidup melarat tidak peduli dengan negaranya, karena pimpinan negara tersebut tidak mempedulikan keadaan dan kemisikinan yang dideritanya. Dalam kondisi seperti ini mereka enggan mengorbankan jwanya untuk negara. Mengapa ia harus membela negara sementara pemimpin dan pejabat hidup bermewah-mewah?? Mengapa ia dituntut menyelamatkan negara, sementara ia sendiri tidak menikmati hasilnya?? Mereka tidak diperhatikan oleh penguasa dan pejabat negara dalam pemenuhan kebutuhan primernya sebagaimana diuraikan di atas. Situasi seperti ini sering menimbulkan rasa kesal, marah dan stress masyarakat.
E. Kesimpulan dan Rekomendasi
Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, lebih dari 85 %., termasuk pemimpin negara. Namun ternyata dari mayoritas ini tidak berapa yang konsern terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Realitas di lapangan menunjukan bahwa kemiskinan yang menimpa rakyat Indonesia sampai sekarang tidak mampu di atasi oleh pemerintah. Dalam hadis dijelaskan bahwa kemiskinan akan memawa umat kepada kekufuran, makanya Rasulullah dan Khalifah berusaha semaksimal mungkin untuk menghindarai umat pada waktu itu dari belenggu kemiskinan.
Apa yang dilakukan oleh Rasulullah dan Khalifah sebagaimana uraian di atas merupakan cerminan yang semestinya dilaksanakan. Rasulluah dan Khalifah mengemban pimpinan yang diberikan merupakan amanah dan tanggungkawab bukan hanya di dunia sekaligus untuk akhirat. Perhatian yang penuh untuk mensejahterakan kehidupan umatnya adalah tanggungjawab yang harus dilaksanakan, sehingga terlihat bahwa pendapat/penghasilan yang diperoleh pada masa itu dialokasikan untuk umatnya secara adil. dan kewajiban ekonomi, moral dan keagamaan penguasa
Kondisi dahulu dengan pemerintah dan pemimpin masa sekarang sungguh sangat berbeda. Sebagaimana halnya terjadi di Indonesia sekarang pejabat pemerintah memperkaya diri di atas penderitaan rakyat yang dibalut dengan kemiskinan. Meskipun sudah dilakukan kearah pemungutan dana umat melalui zakat, infak dan shadaqah dalam menggerak ekonomi Islam sebagai tiang ekonomi belum dapat dirasakan karena belum mampu mengimbangi kekuatan ekonomi kapitalis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar