Sabtu, 26 Februari 2011

Isu Kemiskinan

MENYIKAPI KENAIKAN GAJI PEJABAT KAITANNYA DENGAN ISU KEMISKINAN; PANDANGAN EKONOMI ISLAM
Oleh: Hulwati

A. Pendahuluan
Sejak 5 tahun terakhir bencana tidak henti-hentinya menimpa masyarakat Indonesia, datang silih berganti, belum selesai bencana yang satu di atasi bencana berikutnya datang lagi demikian adanya sampai sekarang. Jelas dalam hal ini, bencana tersebut tidak mampu diprediksi oleh manusia bakal terjadi. Berkaitan dengan permasalahan tersebut dari mana dana/anggaran untuk membantu masyarakat dan memperbaiki bangunan yang tertimpa bencana ini ini diambilkan? Meskipun ada bantuan tetapi sifatnya sementara.
Sementara itu di tengah paniknya pemerintah memikirkan dana bantuan untuk para korban bencana dan memperbaiki infrastruktur yang rusak para pejabat negara ternyata mereka menyuarakan agar gaji mereka dinaikan. Pada hal sebenarnya mereka harus memikirkan bagaimana keadaan rakyat. Namun pada realitanya mereka hanya meikirkan kepentingan pribadi (self interest), dan ini merupakan prinsip ekonomi kapitalis.
Begitu juga Parlemen, ia merupakan wakil rakyat yang akan menyuarakan beberapa kepentingan rakyat itu sendiri. Namun kepentingan-kepentingan ini tidak sesuai dengan realita di lapangan setelah wakil rakyat apakah presiden, anggota DPR maupun pejabat negara lainnya menjabat atau memimpin suatu bangsa seperti apa yang terlihat di Indonesia sekarang ini. Wakil rakyat sebut saja pemerintah hanya akan mendahulukan kepentingan-kepentingan pribadi. Dalam artian mereka tidak lagi menyuarakan atau mendengarkan keluhan-keluhan yang dirasakan oleh rakyat.
Pada umumnya kenaikan gaji tersebut ditanggapi; pro dan kontra bermunculan menanggapi isu ini. Wajar saja pro dan kontra ini terjadi, pro karena keinginan mereka dikabulkan, walalupun pemerintah akan berhutang lagi untuk menambah gaji mereka. Pandangan yang tidak setuju apa lagi, karena untuk apa lagi gaji mereka dinaikan, mereka sudah merasa cukup dengan gaji yang sudah ada. Kenapa mereka tidak memikirkan persoalan-persoalan rakyat yang ditimpa bencana, isu kemiskinan, busung lapar yang sampai sekarang belum dapat dicarikan solusi. Bagaimana sebenarnya pemerintah menyikapi semua ini, apakah rakyat akan dibiarkan menderita kemiskinan selama hayat mereka? Apakah tidak ada usaha pemerintah untuk menangani semua ini? Tulisan ini mencoba menguak kembali peran pemerintah konsep Ekonomi Islam terhadap masyarakat berkaitan dengan peranan pemerintah dan negara.

B. Bercermin pada Sejarah

Dalam ekonomi Islam dijelaskan bahwa mengutamakan keadilan dan kesejahteraan rakyat merupakan instrumen yang utama dan ideal. Hendra Halwani: 69.
Al-Mawardi dalam bukunya al-Ahkam al-Sulthaniyah hal, 5 berpandangan bahwa kekuasaan mutlak merupakan keharusan untuk memelihara agama dan mengurus dunia. Islam juga menegaskan bahwa kepentingan publik merupakan kewajiban keagamaan dan moral penguasa. Karena itu negara memiliki peran aktif demi terealisasinya tujuan material dan sppritual, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w; “Setiap penguasa diberi amanat dalam urursan rakyatnya dan ia meninggal dalam keadaan tidak jujur ketika memperlakukan warga nya, Allah mengharamkan surga baginya”.
Berdasarkan hadis tersebut kita memalingkan sejenak pemikiran kita kepada masa silam, dimana Rasulullah telah merubah sistem perekonomian negara termasuk keuangan sesuai dengan apa yang telah diungkapkan al-Qur’an dan hal ini sekaligus merupakan landasan dalam sistem ekonomi Islam. Di antara kebijakan ekonomi tersebut adalah 3: 26, 2: 30, 7: 10, 103: 1-3, al-Hasyr: 7, eksploitasi ekonomi di larang.
Sumber pendapatan negara pada waktu itu di ambil dari pajak (kharaj, jizyah, ushr dsb) dan zakat yang dibayarkan oleh masyarakat non-muslim dan muslim, kemudian disimpan di Bait al-Mal kemudian dialokasikan dan didistribusikan kepada mereka yang membutuhkan secara merata, dan sumber-sumber tersebut merupakan amanat yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
Demikian juga masa khalifah Abu Bakar Shiddiq, beliau meneruskan kebijakan yang dilakukan Rasulullah, dengan pengertian selalu memikirkan masyarakat dengan memberikan anggaran belanja negara untuk kepentingan mereka, dan tidak seorangpun yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan seperti ini berimplikasi untuk memperkecil jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin. Begitu juga pada masa khalifah berikutnya; Umar bin Chatab, kebijakan yang dibuat oleh Umar bin Chatab adalah bahwa pihak eksekutif tidak boleh intervensi dalam hal anggaran belanja negara. Begitu juga pada masa beliau memimpin negara; d Umar bin Chatab melihat keadaan rakyatnya pada malam hari, ternyata masih ada rakyatnya yang menderita kemiskinan dan tidak mempunyai sebarang makanan untuk dimakan. Dalam keadaan seperti in Umar langsung mengambil sekarung gandum dan dipikul untuk rakyatnya tersebut. terlihat begitu besarnya amanah dan tanggungjawab yang harus dipikul bagi seorang pemimpin negara. Rasulullah saw bersabda: “Jabatan adalah amanah, ia akan menjadi hinaan pada hari kiamat kecuali bagi oarang-orang yang sanggup memikulnya dan membayar kepada siapapun haknya. Seburuk-buruk pejabat adalah mereka yang kasar dan tidak lembut.”
Begitu juga apa yang dipaparkan Abu Yusuf dalam kitab al-Kharaj, dimana beliau menganjurkan kepada khalifah Harun al-Rasyid agar memperhatikan apa yang telah diamanahkan Allah kepadanya. Selanjutnya ungkapan-ungkapan yang dikemukakan Abu Yusuf dalam kitab al-Kharaj berkaitan dengan kekuasaan dan kepemimpinan kepala negara. Ungkapan ini di sampaikan kepada gubernur pada masa itu, Abu Musa al-cAsyri. Dalam hadis dijelaskan “Sebaik-baik pemerintah (pemimpin) adalah mereka yang memperhatikan kepentingan dan kemakmuran masyarakatnya, dan seburuk-buruk pemerintah adalah mereka yang menemui kesukaran “. Di samping itu al-Ghazali juga menegaskan bahwa salah satu kewajiban sosial yang mesti dijalankan oleh negara dan tanggungjawab penguasa adalah membantu rakyat ketika mereka menghadapi kelaparan dan penderitaan.
Berdasarkan pernyataan yang telah dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa tugas dari penguasa dan pejabat negara adalah untuk mensejahterakan rakyat, dan ia merupakan amanah yang mesti dijalankan. Prinsip kesejahteraan atau kemaslahatan bagi manusia merupakan cita-cita yang mesti diwujudkan dan ini merupakan tujuan dari syaraih itu sendiri (maqasid al-sharicah). Dalam artian bahwa tugas penguasa adalah untuk memenuhi kebutuhan primer (basic need) masyarakat, dan ini merupakan kewajiban dalam bidang ekonomi, moral dan keagamaan. Jelas, kebutuhan primer yang dimakdus disini adalah terkait dengan sandang, pangan dan papan. Dengan demikian tugas utama negara adalah memperhatikan kesejahteraan bagi rakyat yang dipimpinnya dengan terpenuhi keperluan asas manusia dalam masyarakat, sehingga tidak ada rakyat yang miskin dan meminta-minta.


D. Kemiskinan
Menurut catatan Bank Dunia jumlah kemiskinan di Indonesia akir tahun 2007 adalah 49,5%, sementara catatan yang disampaikan oleh BPS angka kemiskinan mencapai 16,5%. Perbedaan angka yang dikemukakan oleh bank dunia dengan BPS sebenarnya tidak perlu dipertentangkan. Secara kasat mata angka yang diberikan BPS tidak riil, karena melihat nasib bangsa yang semakin hari semakin parah dengan penderitaan dan tidak terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari jelas angka yang dikemukakan oleh bank dunia merupakan angka yang cukup dipercaya, lebih lagi dengan melihat bencana yang semakin hari selalu menimpa bangsa ini, dan itu belum dapat diselesaikan oleh pemerintah berkaitan dengan bantuan. Sikap mendua dari pemerintah dalam mendistribusikan bantuan menjadikan rakyat tertunggu-tunggu dan berada dalam penderitaan yang berkepanjangan, lihat saja sejak 2004, tsunami Aceh, banjir yang setiap tahun melanda daerah di Indonesia, lumpur lapindo, gempa yang berterusan, penderitaan ini menjadikan rakyat bertambah miskin.
Kemudian kita saksikan lagi melalui media, beberapa orang tua tega membunuh anak dan keluarganya karena takut menghadapi masa depan yang tidak pasti. Dari kasus-kasus tersebut, kemiskinan dapat mengalahkan nilai-nilai moral. Kemiskinan merenggangkan hubungan antar keluarga, orang tua mengorbankan anak dan keluarganya takut karena kemiskinan/akibat dililit oleh kemiskinan; al-Quran sendiri telah menegaskan dalam surat al-An’am: 151 “janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memeberi rezeki kepada kamu dan mereka...” Dengan begitu jelas bahwa dampak peekonomian yang tidak menguntungkan/kemiskinan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap prilaku seseorang, dalam artian mendorong mereka untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan agama dan moral.
Demikian juga halnya, kemiskinan juga berdampak tidak baik terhadap kehidupan sosial. Menurut Yusuf Qardhawi; orang dapat saja bertoleransi apabila kemisknan yang menimpa mereka disebabkan oleh sedikitnya sumber penghasilan dan banyaknya jumlah penduduk. Akan tetapi apabila kemiskinan tersebut disebabkan oleh segolongan orang, bermewah-mewahnya sekelompok masyarakat di atas penderitaan orang banyak. Jelas, kemiskinan semacam ini menimbulkan keguncangan dan keresahan di tengah masyarakat, dan akan memutuskan tali persaudaraan antara sesama mereka. Di samping itu kemiskinan berbahaya terhadap kedaulatan, kebebasan dan kemerdekaan. Rakyat yang hidup melarat tidak peduli dengan negaranya, karena pimpinan negara tersebut tidak mempedulikan keadaan dan kemisikinan yang dideritanya. Dalam kondisi seperti ini mereka enggan mengorbankan jwanya untuk negara. Mengapa ia harus membela negara sementara pemimpin dan pejabat hidup bermewah-mewah?? Mengapa ia dituntut menyelamatkan negara, sementara ia sendiri tidak menikmati hasilnya?? Mereka tidak diperhatikan oleh penguasa dan pejabat negara dalam pemenuhan kebutuhan primernya sebagaimana diuraikan di atas. Situasi seperti ini sering menimbulkan rasa kesal, marah dan stress masyarakat.

E. Kesimpulan dan Rekomendasi

Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, lebih dari 85 %., termasuk pemimpin negara. Namun ternyata dari mayoritas ini tidak berapa yang konsern terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Realitas di lapangan menunjukan bahwa kemiskinan yang menimpa rakyat Indonesia sampai sekarang tidak mampu di atasi oleh pemerintah. Dalam hadis dijelaskan bahwa kemiskinan akan memawa umat kepada kekufuran, makanya Rasulullah dan Khalifah berusaha semaksimal mungkin untuk menghindarai umat pada waktu itu dari belenggu kemiskinan.
Apa yang dilakukan oleh Rasulullah dan Khalifah sebagaimana uraian di atas merupakan cerminan yang semestinya dilaksanakan. Rasulluah dan Khalifah mengemban pimpinan yang diberikan merupakan amanah dan tanggungkawab bukan hanya di dunia sekaligus untuk akhirat. Perhatian yang penuh untuk mensejahterakan kehidupan umatnya adalah tanggungjawab yang harus dilaksanakan, sehingga terlihat bahwa pendapat/penghasilan yang diperoleh pada masa itu dialokasikan untuk umatnya secara adil. dan kewajiban ekonomi, moral dan keagamaan penguasa
Kondisi dahulu dengan pemerintah dan pemimpin masa sekarang sungguh sangat berbeda. Sebagaimana halnya terjadi di Indonesia sekarang pejabat pemerintah memperkaya diri di atas penderitaan rakyat yang dibalut dengan kemiskinan. Meskipun sudah dilakukan kearah pemungutan dana umat melalui zakat, infak dan shadaqah dalam menggerak ekonomi Islam sebagai tiang ekonomi belum dapat dirasakan karena belum mampu mengimbangi kekuatan ekonomi kapitalis.

Legitimasi Obligasi

LEGITIMASI OBLIGASI SEBAGAI INSTRUMEN KEUANGAN ISLAM
Ditulis oleh Hulwati
Abstrak

Obligasi merupakan surat pengakuan hutang yang diterbitkan oleh perusahaan kepada investor. Tujuan dari penerbitan obligasi adalah untuk penambahan dana bagi perusahaan. Bagi investor, obligasi akan memberi keuntungan berupa bunga yang diterima secara priodik. Namun kehadiran obligasi sebagai instrumen keuangan telah menjadi isu kontemporer, dimana obligasi sebagai instrumen hutang yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat bukanlah dianggap sebagai alat komoditi yang boleh diperjual belikan berdasarkan pandangan ekonomi Islam, di samping bentuk obligasi konvensional yang membayar bunga tetap. Untuk itu perlu suatu legitimasi terhadap perdagangan obligasi agar ia dapat diterima secara sah. Uraian ini akan memaparkan tinjauan tentang obligasi secara umum, termasuk mekanisme perdagangan obligasi. Pandangan Islam terhadap perdagangan obligasi, akhir dari uraian ini akan mengemukakan alternatif obligsi syariah, sehingga obligasi dapat dijadikan sebagai salah satu intrumen keuangan Islam.

A. PENDAHULUAN

Obligasi merupakan salah satu instrumen investasi di pasar modal yang diterbitkan oleh perusahaan swasta dan pemerintah. Penerbitan obligasi dari perusahaan disebabkan persoalan-persoalan keuangan dan keperluan untuk penambahan dana dalam mengembangkan perusahaan.
Dapat dikatakan bahwa obligasi merupakan hutang perusahaan kepada investor (bondholder). Hutang ini akan dibayar oleh perusahaan setelah jatuh tempo sesuai dengan persetujuan awal akad transaksi (perjanjian) dilakukan. Di samping pembayaran pokok hutang, perusahaan juga mempunyai kewajiban untuk membayar bunga secara berkala kepada investor.
Bagaimanapun dalam hal ini investor tidak mempunyai hak dan kewajiban terhadap perusahaan. Karena itu ia tidak boleh melakukan intervensi dalam urusan perusahaan, begitu juga apabila terjadi rapat umum perusahaan, ia tidak diminta keterangan apapun. Namun yang terpenting bagi investor adalah penerimaan bunga secara berkala, dan pelunasan pokok hutang pada masa yang ditentukan.
Dengan demikian obligasi sebagai instrumen hutang yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat (bukti hutang) bukanlah dianggap sebagai alat komoditi yang boleh diperjual belikan berdasarkan pandangan ekonomi Islam, karena obligasi merupakan hutang, di samping bentuk obligasi yang membayar bunga tetap. Untuk itu perlu suatu legitimasi terhadap perdagangan obligasi agar ia dapat diterima secara sah sebagai instrumen keuangan Islam.
Memperhatikan uraian tersebut di atas, maka tulisan ini akan menjelaskan mengenai bagaimana pandangan Islam terhadap perdagangan obligasi yang terdapat di pasar modal Indonesia. Untuk mendukung tulisan ini akan dikemukakan mengenai konsep obligasi secara umum, mekanisme perdagangan obligasi dan pandangan Islam terhadap jual beli obligasi. Akhir dari tulisan ini akan memaparkan alternatif terhadap instrumen dan perdagangan obligasi agar instrumen ini dapat diterima sebagai instrumen kewangan dalam Islam.


B. KONSEP OBLIGASI SECARA UMUM
Dalam a Dictionary of Economics, Business & Finance dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan obligasi adalah: 1) Persetujuan atau perjanjian tertulis yang telah ditetapkan pemerintah atau selainnya. Perjanjian ini menjelaskan bahwa perusahaan mesti membayar sejumlah harta dan bunga pada masa dan tanggal yang telah ditetapkan. 2) Perjanjian antara dua orang atau lebih, bertujuan agar salah satu pihak mesti mempunyai kewajiban yang akan membayar hutang kepada pihak lain.
Abdurrahman menjelaskan bahwa obligasi adalah kewajiban atau hutang yang dibuktikan dengan sertifikat, mengenai sejumlah uang yang dinyatakan dengan syarat-syarat tertentu, biasanya untuk tempoh satu tahun atau lebih. Jadi ia merupakan suatu perjanjian bahwa pihak perusahaan, pemerintah atau lembaga lain berjanji akan membayar uang pada masa jatuh tempo.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikemukakan obligasi adalah surat pengakuan atau perjanjian hutang dari perusahaan penerbit atau emiten (baik pemerintah maupun swasta) kepada masyarakat (investor), dimana hutang ini akan dibayar pada masa jatuh tempo, atas pinjaman tersebut, investor akan diberi imbalan berupa bunga. Hal ini merupakan janji bagi perusahaan untuk membayar sejumlah uang (bunga dan pengembalian pokok hutang).
Perkembangan obligasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1997, dimana kecendrungan penawaran obligasi pada masa ini lebih banyak dibanding saham. Hal ini disebabkan sebahagian perusahaan telah kehilangan peluang untuk memperoleh dana melalui saham, sehingga ia telah menyokong keinginan pengusaha dan perusahaan untuk menerbitkan obligasi. Alasan utama kenapa obligasi menjadi alternatif pembiayaan bagi pengusaha adalah karena obligasi merupakan instrumen yang berpendapatan tetap, dengan kadar bunga yang rendah, serta menawarkan sumber pembiayaan yang diminati perusahaan.
Karena itu bagi perusahaan, penerbitan obligasi dapat memberikan beberapa manfaat di antaranya:
1) Biaya penerbitan obligasi lebih murah dibanding penerbitan saham,.
2) Kadar bunga obligasi biasanya tidak terlalu tinggi.
3) Jika obligasi diterbitkan melalui pasar modal, perusahaan penerbit terus diawasi oleh masyarakat dan pihak yang berkuasa yaitu Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), sehingga aktivitas perusahaan lebih terarah.
Di samping itu obligasi juga memberi manfaat terhadap investor, yaitu: : 1) Obligasi akan memberi bunga secara tetap dan teratur. 2) Pengembalian pokok hutang setelah jatuh tempoh. 3) Adanya potongan harga (diskoun) pada masa pembelian. 4) Masa jatuh tempoh 3-5 tahun atau lebih dapat memberi penghasilan yang optimal.
Karena itu investor yang berminat membeli obligasi, mesti memiliki uang tertentu, karena masa pembayaran pokok utang cukup lama (paling kurang 3 tahun). Akan tetapi nilai obligasi selalu berobah sesuai dengan perobahan kadar bunga secara umum. Apabila kadar bunga cendrung meningkat, maka nilai atau harga obligasi akan menurun. Dengan sendirinya investor akan menjual obligasi yang dimiliki, untuk mengelak dari kerugian. Sebaliknya turunnya kadar bunga menyebabkan bunga obligasi meningkat, dan investor kembali memilih untuk membeli obligasi.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahamkan apabila investor mempunyai keinginan berinvestasi pada obligasi, maka mereka mesti memperhatikan beberapa kategori berikut, di antaranya: 1). Kadar aliran tunai (cash flow) yang teratur; 2). Kadar kupon obligasi yang sesuai; 3). Jatuh tempoh (maturity); 4). Dana cadangan (sinking fund); 5). Aset perusahaan (collateral fixed); 6). Kadar peringkat obligasi yang baik (credit rating). Dengan memperhatikan beberapa kategori di atas, investor dapat mempertimbangkan secara seksama berinvestasi pada obligasi atau tidak, dengan memperhatikan manfaat dan keuntungan yang akan diterima dari perusahaan penerbit.
Bagaimanapun perusahaan penerbit mesti menyisihkan uang tunai untuk pembayaran bunga secara periodik dan melunasi pokok hutang obligasi pada jatuh tempoh. Begitu juga bagi investor, ia mesti paham terhadap naik turunnya kadar bunga obligasi, karena kadar bunga merupakan asas. Di samping itu investor perlu memilih obligasi yang mempunyai likuiditas dan prospek investasi jangka panjang yang lebih baik.

C. MEKANISME PENERBITAN DAN PERDAGANGAN OBLIGASI
Sebagaimana paparan terdahulu, obligasi merupakan hutang jangka panjang suatu perusahaan kepada masyarakat, pemegang hanya akan memperoleh pendapatan tetap dari hasil bunga obligasi dan pengembalian pokok hutang pada jatuh tempoh. Ketika perusahaan penerbit mengalami kesukaran keuangan dan likuiditas, maka investor akan mendapat prioritas pelunasan pembayaran lebih dahulu dibanding pemegang saham, Uraian berikut akan memaparkan bagaimana perdagangan obligasi mulai dari proses penerbitan, sistem pembayaran serta penyelesaian transaksi.

1. Proses Penerbitan Obligasi
Dalam penerbitan obligasi, perusahaan penerbit akan menjelaskan jumlah dana yang diperlukan, dikenal dengan istilah jumlah emisi obligasi, dan mesti memperkirakan jatuh tempo obligasi tersebut, apakah 5 atau 10 tahun. Adapun prosedur penerbitan obligasi adalah sebagai berikut:
1) Pernyataan Pendaftaran telah dinyatakan efektif oleh Bapepam
2) Laporan keuangan yang diaudit akuntan yang terdaftar di Bapepam
3) Nilai nominal obligasi yang dicatatkan Rp 25 milyar
4) Jarak masa permohonan dengan penerbitan sekurangnya 6 bulan, dan masa jatuh tempo obligasi minimal 4 tahun
5) Perusahaan penerbit telah beroperasi minimal 3 tahun
6) Pada 2 tahun terakhir perusahaan telah mendapat keuntungan dan tidak ada kerugian pada 1 tahun terakhir
7) Anggota administrasi mempunyai nama baik
Dokumen yang diperlukan terhadap penerbitan obligasi berbeda dengan dokumen saham. Perbedaan ini berkaitan dengan Wali Amanat (trustee) yang bertindak sebagai agen. Wali Amanat merupakan wakil, dan juga pihak yang mempertahankan kepentingan investor.
Dengan demikian kontrak Wali Amanat pada prinsipnya merupakan janji perusahaan penerbit terhadap calon investor, karena semasa kontrak berlangsung nama investor belum dicantumkan. Pelaksanaan perjanjian akan dilakukan antara perusahaan penerbit (emiten), Wali Amanat dan penjamin jika letter of intent telah disetujui oleh BAPEPAM. Kemudian diadakan dengar pendapat akhir (final hearing) dalam forum resmi sehingga ketua BAPEPAM memberi keizinan untuk menerbitkan obligasi atas nama Menteri Keuangan Republik Indonesia.
2. Perdagangan Obligasi
Proses penawaran obligasi sama halnya dengan proses penawaran perdana saham yaitu penyampaian isi prospektus kepada calon investor dengan mencantumkan fakta dan pertimbangan penting. Seperti budget perusahaan, bidang usaha perusahaan, jumlah nilai obligasi dan tujuan penggunaannya. Data penting seperti laporan keuangan terbaru dilampirkan secara keseluruhan. Riwayat singkat perusahaan dan pemegang saham, struktur, aktivitas serta masa depan perusahaan, jumlah nominal obligasi, harga penawaran, tingkat bunga dan jatuh tempoh. Di samping itu dilengkapi dengan istilah-istilah yang perlu dipahami oleh investor.
Untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan penawaran dan pemesanan obligasi pada pasar utama:
a. Penawaran pertama obligasi yang diterbitkan perusahaan (seperti yang dijelaskan dalam prospektus) kepada investor dilakukan oleh Wali Amanat dan agen penjual di pasar primer.
b. Kemudian investor menghubungi Wali Amanat atau broker sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
c. Pemesanan obligasi diikuti dengan pembayaran.
d. Wali Amanat atau agen penjual memberi maklumat mengenai hasil penawaran awam kepada investor.
e. Proses peruntukan (allotment) obligasi kepada investor dilakukan oleh Wali Amanat dan emiten.
f. Apabila jumlah obligasi kurang dari yang dipesan investor, maka kelebihan dana akan dikembalikan (proses ini disebut dengan refund)
Kemudian obligasi dibagikan kepada investor melalui Wali Amanat dan agen penjual. Obligasi yang telah diterbitkan perusahaan akan dibeli atau dijual di pasar primer dengan harga nominal Setelah dilakukan penawaran dan perdagangan obligasi pada pasar primer, kemudian dicatatkan di Bursa Efek. Proses selanjutnya adalah jual beli obligasi pada pasar sekunder atau Over the Counter (OTC). Secara umum perdagangan obligasi di Indonesia dilaksanakan pada OTC yang merupakan pengembangan pasaran sekunder obligasi. Sistem perdagangan melalui OTC-FIS memberikan informasi tentang kuotasi penawaran dan permintaan, informasi tentang transaksi dan laporan perdagangan secara langsung (real time). Sistem ini memungkinkan partisipan pasar untuk memasukan, membatalkan dan merubah kuotasi beli maupun kuotasi jual kapan saja selama belum terjadi ketetapan transaksi. Calon pembeli dan calon penjual dapat melakukan negosiasi. Apabila terjadi persetujuan, maka masing-masing memberikan konfirmasi paling lambat pada akhir hari bursa perdagangan obligasi.
Perdagangan berlangsung dengan menggunakan telefon dan komputer yang menghubungkan peniaga OTC-FIS. Di pasar ini harga obligasi dapat di atas atau di bawah nilai nominal. Hal ini tergantung kepada perbandingan antara bunga obligasi dengan bunga yang berlaku umum yaitu bunga deposit bank. Oleh karena itu harga pasar obligasi dapat saja lebih tinggi atau lebih rendah daripada nilai nominal. Hal ini ditentukan oleh kupon bunga secara umum. Jika bunga obligasi lebih tinggi daripada bunga deposit bank, maka harga obligasi lebih tinggi daripada harga nominal, sebaliknya jika bunga deposit bank lebih tinggi daripada bunga obligasi, maka harga obligasi lebih rendah daripada harga nominal.

3. Proses Pembayaran Transaksi Obligasi
Sebelum pembelian dan penjualan obligasi, investor mesti membuka rekening bagi penerimaan atau pembayaran bunga dan pelunasan pokok hutang. Hal ini berlaku bagi obligasi swasta dan pemerintah. Untuk pembelian dan pembayaran obligasi swasta dilakukan melalui pengalihan ke rekening perusahaan sekuritas. Setelah pembayaran selesai, maka investor menunggu proses settlement (penyelesaian transaksi).
Sementara obligasi yang diterbitkan pemerintah, rekening mesti dibuka melalui institusi keuangan yang diregister sebagai sub registry oleh Bank Indonesia. Sub registry juga berfungsi untuk mencatatkan kepemilikan bagi obligasi pemerintah. Pengalihan obligasi dari rekening penjual kepada rekening pembeli dikuasakan kepada Bank Indonesia. Sejalan dengan itu, bank juga akan melakukan pembayaran dari rekening pembeli kepada rekening penjual di Bank Indonesia. Informasi jual beli diperoleh melalui sub registry masing-masing (pembeli dan penjual) tentang status kepemilikan obligasi.
Untuk mengetahui bahwa obligasi yang dimiliki telah tercatat atas nama investor, maka central registry dan sub-registry diwajibkan untuk mengirim bukti kepemilikan obligasi berupa pengesahan pencatatan obligasi (statement of account) kepada investor, begitu juga sekiranya terjadi perubahan kepemilikan. Pengesahan pencatatan ini dikirim 2 hari kerja setelah terjadi perubahan kepemilikan. Investor juga akan menerima Pengesahan Pencatatan Surat Berharga (KPS) yang berisi semua obligasi yang dimiliki setiap akhir bulan.
Pembayaran obligasi dilakukan melalui prinsip Delivery Versus Payment atau DVD (ini berlaku bagi obligasi swasta dan pemerintah). Sebagai alternatif, investor dapat membayar melalui broker atau bank, kemudian dilakukan penyelesaian transaksi. Register secara DVP terjadi ketika pembeli dan penjual setuju apabila pengalihan kepemilikan obligasi hanya akan terjadi jika pembayaran telah dilakukan.
Berkaitan dengan pelunasan pada masa jatuh tempo, nilai pokok hutang akan dibayar kembali kepada setiap pemilik obligasi yang namanya terdapat pada Bank Indonesia Sistem Kliring, Register dan Informasi Obligasi Pemerintah (BI-SKRIP). Hal ini dilakukan pada dua hari kerja sebelum obligasi tersebut jatuh tempo. Pembayaran akan dilakukan secara langsung kepada rekening pemilik obligasi pada hari jatuh tempo atau hari kerja berikutnya, jika hari jatuh tempo tersebut bukan hari kerja. Berkaitan dengan pelaksanaan ansuran, maka agen pembayar akan menerima perintah pembayaran setiap sebelum pencatatan. Pembayaran bunga obligasi dilakukan setiap 3 bulan atau 6 bulan, berdasarkan kepada keadaan obligasi yang diterbitkan. Obligasi akan dibayarkan oleh Bank Indonesia dengan ansuran melalui rekening bank dan sub registry bank di Bank Indonesia. Dengan ini bank akan memberi informasi kepada investor atas dana yang akan diterima.


4. Penyelesaian Transaksi
Secara umum proses penyelesaian transaksi di bursa bukan bersifat tunai. Untuk itu bursa menetapkan bahwa transaksi obligasi yang dilakukan hari ini (T+0), maka penyelesaian transaksi dilaksanakan pada hari bursa ke lima (T+5). Seluruh laporan transaksi diselesaikan secara otomatik oleh OTC-FIS dan disampaikan pada hari itu juga. Setiap laporan transaksi melalui OTC-FIS menghasilkan daftar transaksi obligasi yang jelas dan bermanfaat sebagai infomasi pasar. Kemudian ringkasan daripada transaksi ini disebarluaskan kepada umum.
Dengan selesainya proses pembelian dan penjualan, berarti peralihan kepemilikan obligasi berpindah kepada pemilik yang baru. Peralihan hak ini merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses jual beli, karena keuntungan bagi investor tidak akan tercapai jika tidak diselenggarakannya peralihan hak tersebut. Untuk melakukan peralihan ini dipercayakan kepada Biro Administrasi Efek atau oleh pihak perusahaan penerbit itu sendiri.
Beralihnya hak kepemilikan obligasi ini, diikuti dengan adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang melakukan transaksi. Proses penyelesaian transaksi obligasi tergantung pada jenis yang digunakan. Pada obligasi perusahaan yang berbentuk sertifikat penyelesaian transaksi dilakukan melalui Lembaga Kliring dan Penjamin dengan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yaitu Bank Kustodian (bertindak untuk penyerahan dan pengalihan obligasi), perlu diperhatikan prinsip Delivery Versus Payment (DVP). Penyelesaian transaksi bagi obligasi swasta tanpa sertifikat (system scripless trading) dilakukan dengan pemindahbukuan antara pemilik rekening pada Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sedangkan obligasi swasta dengan sertifikat penyelesaian transaksi dilakukan melalui bank Kustodian.
Untuk pengaturan penyelesaian transaksi obligasi pemerintah kepemilikan obligasi dapat dicatat melalui Bank Indonesia Sistem Kliring, Register dan Informasi Obligasi Pemerintah (BI-SKRIP). Dalam hal ini tidak terdapat sertifikat yang akan diterbitkan karena BI-SKRIP akan mengurus obligasi pemerintah secara scripless. Oleh itu melalui sistem scripless status obligasi atas unjuk berobah menjadi obligasi atas nama, dimana nama pemilik tercantum pada rekening Bank Kustodian, dan setiap investor mesti dapat memahami mekanisme kepemilikan pada obligasi tersebut.


D. PERDAGANGAN OBLIGASI DARI PERSPEKTIF ISLAM
Sebelum menjelaskan bagaimana pandangan Islam terhadap perdagangan obligasi, terlebih dahulu dalam pembahasan ini akan dikemukakan bagaimana jual beli hutang, karena uraian ini akan menjadi asas untuk menganalisa jual beli obligasi.

1. Konsep hutang
Dalam bahasa Arab hutang (al-dayn) merupakan sesuatu yang berada dalam tanggung jawab orang lain ما يثبت فىذّمة) ) Menurut pandangan sebahagian fuqaha’ (ulama Hanafiyah) hutang bukanlah termasuk harta (al-māl) yang boleh diperdagangkan, karena harta hanya terdiri daripada cayn (benda) yang dapat disimpan, dimilik dan dikuasai. Akibat dari semua ini dapat dipahamkan bahwa manfaat bukan termasuk kepada harta. Karena itu menurut ulama ini harta tidak dapat dibagi kepada cayn dan dayn. Semua hutang yang masih berada dalam tangan orang yang berhutang dikatakan hak bagi orang yang mempunyai hutang dan dikatakan iltizam (taklif atau beban hutang) bagi yang berhutang. Karena itu dayn disebut juga dengan wasfu al-dzimmah (sesuatu yang mesti dilunasi atau diselesaikan.
Dengan demikian menurut Hanafiyah dayn termasuk kepada al-milk, bukan dikatakan al-māl. Karena itu manfaat tidak dipandang kekayaan disebabkan tidak mungkin disimpan, karena bukan benda, dan juga manfaat tidak dapat dinilai dan diberi harga. Akan tetapi Jumhur Ulama menjelaskan bahwa harta tersebut bukan hanya di bidang materi (cayn) saja, tetapi mencakup manfaat dari benda itu sendiri. Dengan pengertian hutang merupakan bahagian dari harta, meskipun tidak dapat termasuk kepada pengertian harta, dimana hutang dapat dikategorikan pada al-māl al-hukmi: “Sesuatu yang dimiliki oleh pemberi hutang, sementara harta itu berada pada orang yang berhutang.”
Jadi hutang itu adalah harta, karena memandangkan akibat yang ditimbulkan oleh adanya hutang. Pada asalnya hutang (dayn) dalam pandangan ulama fiqh adalah suatu keharusan multazim untuk membayarnya, kadang-kadang digunakan kata al-multazim lahu (untuk kedua pihak).
Jadi seseorang lebih berhak terhadap hartanya yang berada pada kekuasaan orang lain, karena memelihara harta termasuk pada salah satu lima keperluan pokok ألضّرورة الخمسة)) yang terdiri daripada agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Atas dasar ini mempertahankan harta dari sesuatu hal yang merugikan termasuk kepada asas dalam Hukum Islam.

2. Jual beli Hutang
Dalam muamalah terdapat tiga jenis objek jual beli yaitu jual beli cayn dengan cayn, cayn dengan dayn dan jual beli dayn dengan dayn. Berdasarkan jenis jual tersebut, maka hutang termasuk kepada jual beli dayn dengan dayn atau dikenal dengan istilah بيع الد ين.
Jual beli dayn dengan dayn adalah jual beli dua hal yang tertunda (nasi’ah), ia dapat berlaku pada pengalihan barang (kepemilikan) dan pembayaran tertunda, baik berupa barang maupun uang. Peraturan yang wujud dalam hal ini adalah dilarang melakukan penangguhan kedua-duanya, baik ia berupa barang dengan barang, barang dengan uang maupun barang dengan barang. Justru itu jual beli mesti berlaku serah terima tunai dan pada masa yang sama. Sabda Rasulullah s.a.w:
عن عبادة بن الصامت قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم الذهب بالذهب والفضة بالفضة والبر بالبر والشعير بالشعير والتمر بالتمر والملح بالملح مثلا بمثل سواء بسواء يدا بيد

Nabi bersabda, emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, barli dengan barli, kurma dengan kurma, garam dengan garam dapat ditukar dengan cara suka sama suka, kadar yang sama, secara langsung. Jika jenis komoditi yang ditukarkan berbeza, maka lakukanlah transaksi tersebut sesuai dengan kehendakmu, asal tunai.


Dengan begitu jual beli hutang sebagai salah satu bentuk perniagaan, masih dipertikaikan tentang kebolehannya, karena persoalannya terletak pada objek jual beli yaitu al-dayn (hutang), sementara peraturan yang wujud untuk pertukaran dari jenis barang atau uang mesti dilakukan dengan tunai, sebagaima penjelasan hadis di atas. Meskipun demikian terdapat beberapa pandangan fuqaha’ tentang jual beli hutang, apakah hutang tersebut akan dijual kepada orang yang berhutang (al-madīn), atau kepada orang lain (ghairu madīn), di antaranya:
1) Jual beli hutang secara tunai
Jumhur mengemukakan dibolehkan menjual hutang yang tetap kepada orang yang berhutang atau dapat dihibahkan kepadanya sama ada dengan tukaran (bayaran) atau tanpa tukaran, ini dikenal dengan istibdāl. Sebaliknya mereka tidak mengharuskan jual hutang kepada orang lain selain daripada orang yang berhutang. Alasannya adalah hadis berikut:

عن بن عمر قال ثم كنت أبيع الإبل بالبقيع فأبيع بالدنانير وآخذ الدراهم فأتيت النبي صلى الله عليه وسلم في بيت حفصة فقلت يا رسول الله إني أريد أن أسألك إني أبيع الإبل بالبقيع فأبيع بالدنانير وآخذ الدراهم قال لا بأس أن تأخذها بسعر يومها ما لم تفترقا وبينكما شيء

Dari Ibn Umar, katanya, aku datang kepada Nabi s.a.w, di rumah Hafsah, lalu aku mengatakan: aku berjual beli unta di Baqic, aku jual dengan dinar dan aku beli dengan dirham dan aku beli dengan dinar . kata Rasulullah s.a.w, tidak mengapa jika kamu mengambil mengikut nilai hari itu selama kamu berdua tidak berpisah dan ada sesuatu yang dijual belikan.

Hujah mereka tersebut dapat dipahami bahwa perdagangan dinar dengan dirham sah apabila dilakukan dengan serah terima barang (taqābud) dengan harga pada hari itu (tunai). Berarti hadis ini menunjukkan boleh menjual emas dengan perak yang berada dalam tanggungan orang yang berhutang (al-madīn) dengan syarat berlaku serah terima (qabid) kepada orang yang berhutang itu sendiri. Karena itu yang menjadi penghalang sahnya jual hutang dengan hutang adalah karena tidak ada upaya penyerahan. Sementara itu Ibn Hazm menjelaskan jual beli hutang termasuk gharar karena menjual barang majhul yang tidak diketahui cayn (sifat barang), dan ini dinamakan memakan harta secara batil. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa hutang itu ghaib semasa aqad atau kontrak berlangsung.

2) Jual beli hutang secara tertangguh
Ahli fiqh sepakat mengatakan bayc al-dayn tidak dibolehkan, apakah dijual kepada orang yang berhutang atau kepada orang lain. Alasan yang mengemuka dalam hal ini adalah sabda Rasulullah s.a.w:
أن النبي صلى الّله عليه وسلم نهى عن بيع الكا لئ با لكا لئ (رواه أبو دود)
BahwaNabi s.a.w melarang jual beli hutang dengan hutang (kāl bi kāl).

Menyokong hadis di atas, Ibnu Qayyim menjelaskan bahawaالكالى merupakan perkara yang ditunda penyerahannya, di samping cayn (benda yang akan diserahkan) tidak ada pada kekuasaannya, seperti menyerahkan sesuatu dengan sesuatu dalam bentuk tanggungan. Hal ini dapat menimbulkan penipuan dan bahaya besar dalam muamalah. Ibn Rusyd berpendapat bahwa nasi’ah daripada dua ini hal tidak diharuskan menurut ijmak. Baik pada benda itu sendiri mahupun pada tanggungan, karena termasuk pada jual beli الكا لي با لكلى . Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahamkana bahwa ulama fiqh sepakat untuk tidak membolehkan bayc al-dayn.

3. Pandangan Islam terhadap Perdagangan Obligasi
Berpijak dari mekanisme perdagangan obligasi dapat dinyatakan bahwa investor hanya menguasai sertifikat sebagai bukti atau melalui rekening kepemilikan bagi obligasi tanpa serifikat, sementara manfaat obligasi dikuasai oleh pihak lain. Oleh itu pemilikan investor terhadap obligasi dari segi objek dikenal dengan istilah milk al-dayn yaitu pemilikan terhadap hutang yang terdapat pada orang lain. Bagaimanapun dari proses pemilikan obligasi, investor telah memenuhi salah satu sebab untuk mendapatkan harta sesuai dengan yang disyariatkan Islam, yaitu melalui akad jual beli. Berkaitan dengan ini ia mesti memenuhi beberapa persyaratan, di antaranya:
1) Terdapat kerelaan investor dalam melaksanakan akad.
2) Obligasi yang akan diakadkan dapat diketahui dengan jelas dan bermanfaat, dan ia tidak mengandungi unsur tipuan.
3) Obligasi tersebut halal menurut syariat Islam.
Mengingat obligasi adalah hutang yang termasuk pada aset keuangan, maka ia terkait dengan konsep hadis yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk itu dapat dikemukakan beberapa perkara yang berkaitan dengan ini:
1) Jual beli obligasi kepada madin (dari investor kepada perusahaan), terdapat 2 kategori:
Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan atau madin dengan yang berpiutang (investor atau dain). Apabila terjadi jual beli obligasi seperti ini yang mana nilai hutang adalah tsabit dengan penerimaan dan pembayaran yang ditangguhkan, maka hal ini tidak dibolehkan menurut syariat. Alasan yang mengemuka dalam hal ini adalah karena jual beli hutang termasuk pada bayc al-kali bi kali, sama ada harganya sama terhadap hutang obligasi atau kurang maupun lebih.
Jual beli obligasi secara tunai dengan harga yang ditangguhkan, hal ini tidak dibolehkan menurut syariah, karena tidak ada perbedaannya dengan riba nasi’ah. Apabila dilarang jual beli hutang yang ditangguhkan dengan harga yang ditangguhkan, maka jual beli hutang dengan tunai dan harga ditangguhkan juga dilarang.
2. Jual beli hutang kepada pihak ketiga (li ghairi madin)
Jual beli obligasi secara tunai atau ditangguhkan kepada pihak ketiga dengan harga yang ditangguhkan, hal ini tidak dibolehkan, karena jual beli hutang dilakukan kepada selain orang yang berhutang, maka ia disamakan dengan bayc al-kail bi kali.
Apabila hutang obligasi dilakukan secara tunai atau tangguh, yang dijual kepada pihak ke tiga dengan harga tunai adalah dibolehkan, dengan syarat sama dan taqabud, apabila tidak sama maka ia termasuk pada riba fadl, tetapi jika tidak dilakukan taqabud maka termasuk pada riba nasi’ah, dan ini dilarang menurut syariat.
Berdasarkan uraian tersebut dipahamkan bahwa jual beli obligasi yang terjadi di pasar primer adalah jual beli obligasi dari perusahaan kepada investor. Sementara jual beli obligasi yang terjadi di pasar sekunder adalah jual beli dari investor kepada perusahaan atau dari investor kepada pihak yang lain. Dalam hal ini jual beli obligasi tersebut termasuk pada pembayaran dan penyelesaian dilakukan secara tertangguh, maka jual beli obligasi ini adalah dilarang karena termasuk pada bayc al-kali bi kali
Berkenaan dengan pengalihan kepemilikan obligasi dapat dijelaskan bahwa pengalihan obligasi terdiri dari dua kategori, pengalihan atas nama (registered bonds) dan pengalihan atas unjuk (bearer bonds), yaitu tidak dicantumkan nama pemilik. Obligasi yang diterbitkan atas memang nama diketahui dari awal penerbitan siapa pemilik obligasi tersebut. Jika obligasi mempunyai ungkapan pemindahan hak milik (tanda tangan) dengan nama pihak kedua, maka pihak kedua menjadi pemilik penuh. Melalui pengalihan tersebut, hilanglah segala hak-hak pemilik pertama terhadap perusahaan. Hal ini merupakan perpindahan hak milik yang dibolehkan dalam Islam.
Berbeda halnya dengan obligasi yang tidak dituliskan nama pemiliknya (obligasi atas unjuk) akan mengelirukan siapa pemilik sebenar obligasi tersebut. Dengan sendirinya tidak dapat dipastikan siapa pemilik obligasi dalam perusahaan yang bersangkutan. Hal ini boleh membawa perselisihan dan pertentangan serta pengabaian hak-hak investor.
Apabila sertifikat obligasi tersebut hilang atau dirampas, atau dikuasai oleh orang lain, jelas dipahami bahwa siapa saja yang memegang obligasi pada perusahaan tersebut dikira sebagai pemilik. Jelas perbuatan seperti ini telah mengabaikan hak seseorang dan dapat memberikan kemudaratan terhadap pemilik obligasi itu sendiri. Dalam hukum Islam dilarang memberi mudarat dan memudaratkan
لا ضرر ولا ضرار dalam kaedah fiqh ditegaskan:
درء المفاسد اولىمن جلب المصالح فإذا تعارض مفسدة ومصلحة قدّم دفع المفسدة
Menolak kerusakan lebih diutamakan dari menarik maslahah, dan apabila berlawanan antara mafasadah dan maslahah maka yang didahulukan adalah menolak mafsadah.
Ketidakpastian siapa pemilik obligasi ini dapat membawa pada hilang keahlian investor, sehingga mengakibatkan tidak sah keikutsertaannya dalam perusahaan. Karena itu obligasi atas unjuk tidak dibolehkan dalam suatu perusahaan. Nilai obligasi mestinya dikembalikan kepada pemilik asal dan semua tanggungjawab, sehingga obligasi ini dirobah menjadi obligasi atas nama. Meskipun obligasi atas nama ditulis siapa pemiliknya, namun kedua jenis obligasi ini tidak dibolehkan karena adanya imbalan berupa bunga. Dalam artian tambahan ke atas sejumlah nilai piutang darisemua jenis pinjaman dan hutang temasuk pada riba yang dilarang, alasan yang mendukung statemen ini adalah firman Allah surat al-baqarah ayat 279, maksudnya:
Jika kamu tidak meninggalkan sisa riba, maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Jika kamu bertaubat (dari pengembalian riba), maka bagimu pokok harta mu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.
Adapun sifat yang dapat difahamkan pada riba adalah adanya suatu keuntungan yang diambil oleh orang yang menjalankan dengan mengeksploitasi tenaga orang lain, dimana ia mendapat keuntungan tanpa harus mengeluarkan tenaga dan peluh. Dapat disimpulkan bahawa riba tersebut terdiri daripada tiga unsur: 1) Tambahan atas modal. 2) Ketentuan banyaknya tambahan itu didasarkan kepada masa. 3) Tambahan itu menjadi syarat dalam transaksi. Dengan demikian penambahan harga ke atas pokok obligasi berupa bunga tetap, dibayar secara priodik merupakan riba. Di samping itu riba merupakan salah satu prinsip perdagangan yang dilarang.

D. ALTERNATIF TERHADAP OBLIGASI SEBAGAI INSTRUMEN KEUANGAN ISLAM
Persoalan sekarang adalah bagaimana obligasi tersebut dapat dijadikan sebagai instrumen keuangan yang berdasar prinsip Islam, sehingga umat Islam dapat berinvestasi melalui instrumen ini. Menurut Winny Hasan (Direktur Bnak Bumiputra) pasar investasi keuangan pada saat ini terdiri dari 3 kelompok: 1) awam; 2) muslim yang ragu-ragu; 3) muslim yang konsisten dengan prinsip Islam.
Untuk kategori ketiga perlu difikirkan, karena kelompok ini mempunyai keinginan yang tegas untuk berinvestasi berdasarkan syariah. Dimana akad berdasarkan syariah mesti berdasarkan transaksi riil; asas manfaat; uang bukan komoditi dan tidak mengenal time value of money. Berbeda halnya dengan akda konvensional, tidak mesti berdasarkan transaksi riil; asas utilities; uang dapat dijadikan sebagai alat komoditi; mengenal time value of money.
Mengingat investasi keuangan pada obligasi termasuk pada jual beli hutang yang dilarang, perlu kiranya instrumen ini menggunakan salah satu prinsip syariah, supaya umat Islam dapat berinvestasi melalui instrumen ini. Salah satu instrumen atau prinsip syariah yang ditawarkan adalah mudarabah (muqāradah bonds).
Muqāradah bonds adalah suatu kontrak dengan modal disediakan oleh beberapa orang dan pengelola modal. Obligasi ini telah disahkan secara internasional oleh IOC Academy. Sebagai pengelola, perusahaan akan menerbitkan sertifikat obligasi kepada investor (pemilik dana) dengan tujuan untuk melaksanakan projek tertentu, projek ini langsung dikelola oleh perusahaan. Keuntungan dari projek ini akan dibagikan berdasarkan persentasi yang disepakati. Ungkapan yang sama dikemukan oleh Hailani Muji Tahir bahwa obligasi muqāradah merupakan alternatif bagi obligasi yang wujud. Obligasi ini merupakan dokumen-dokumen terdaftar yang diterbitkan atas nama pemilik dengan jumlah modal tertentu untuk membiayai suatu projek yang dilaksanakan dengan matlamat untuk mendapat keuntungan.
Sertifikat yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan dana melalui modal yang diinvestasikan oleh beberapa orang investor, dengan menerima sertifikat dari perusahaan penerbit. Dalam hal ini investasi melalui sertifikat mudarabah dianggap sah dan pemberi dana akan mendapat keuntungan berdasarkan persetujuan awal akad dilaksanakan. Menurut ahli Fiqh obligasi ini dibolehkan berdasarkan qiyas ke atas aqad mudarabah, dimana investor sebagai pemilik modal merupakan rabb al-māl , sementara perusahaan yang mengeluarkan sertifikat merupakan mudarib. Obligasi mudarabah ini mempunyai beberapa unsur, di antaranya:
1) Sanadat muqāradah mewakili pembahagian yang jelas antara investor dengan perusahaan.
2) Penulisan nama dalam shahadah (sertifikat) ini adalah umpama ijab, dan penerimaaan daripada perusahaan yang menerbitkan adalah seumpama qabul. Sepertimana ijab qabul dalam akad mudarabah, kedua pihak mesti mematuhi semua persyaratan yang telah ditetapkan.
3) Shahadah ini dapat dijualbelikan pada pasaran modal.
4) Pihak ketiga bertanggungjawab untuk menjamin sebagaimana cagaran pusingan modal yang telah ditetapkan, sehingga tidak membawa pada kerugian.
Untuk pengiraan keuntungan mesti dilakukan setelah akhir tahun sesuai dengan hasil sebenar perusahaan. Obligasi mudarabah yang mempunyai masa tempo matang yang lebih lama, semestinya diberi keuntungan yang lebih tinggi, karena obligasi ini memberi ketenangan bagi pengelola untuk menggunakan dana dalam jangka masa yang lama. Pengembaliannya dapat dilakukan melalui:
1) Perdagangan sertifikat obligasi kepada investor lain melalui perusahaan pada pasaran modal.
2) Pengembalian pokok hutang mesti dilakukan melalui perusahaan yang menerbitkan sertifikat dengan mengembalikan pokok hutang, berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang telah ditetapkan. Untuk itu dapat difahami dalam pengembalian pokok hutang mesti sesuai dengan kaedah syarac.
Keputusan Majmac Ulama Fiqh Internasional berkenaan dengan sanadāt muqāradah dan sanadāt al-istithmār yang dikeluarkan pada seminar Majmac yang keempat di Jeddah, nombor keputusan 30 (5/4) pada tarikh 1408 H/1988 M. Dengan memperhatikan uraian tersebut, maka perputaran sanadāt al-muqāradah mesti disesuaikan dengan aturan syariah dan berdasarkan pada hukum penjualan dan permintaan, di samping tunduk pada kehendak kedua orang yang melaksanakan akad. Dengan pengertian bahwa perdagangan obligasi di pasar sekunder seharusnya mengemukakan kepentingan likuiditas dengan harga nominal, bukan dijual dengan harga diskoun. Demikian juga halnya dalam penerbitan obligasi syariah semestinya diterbitkan obligasi atas nama, bukan oligasi atas unjuk.
Untuk itu obligasi mudarabah merupakan salah satu bentuk muamalah yang memberi manfaat dan kemaslahatan bagi kedua pihak. Janji kerjasama mudarabah dibina melalui sifat sebagai wakil dan sifat amanah. Demikian juga halnya masing-masing pihak menanggung kerugian, apabila proyek yang dikerjakan mengalami kerugian, sebaliknya keuntungan akan dibagi berdasarkan persetujuan. Karena itu penghapusan bunga tetap sesuai dengan kaedah ألغرم بالغنم dimana keuntungan dan kerugian dibagi antara kedua pihak.
Di samping itu pemindahan kepemilikan obligasi dalam aplikasinya boleh disamakan dengan konsep hawalah (pemindahan hutang). Hawalah adalah akad perpindahan yang berhubungan dengan hutang piutang antara pihak yang berhutang (muhil) dengan pihak lain (muhal calaih) Adapun landasan syariah yang mendukung konsep hawalah adalah sabda Rasulullah s.a.w; “memperlambat pembayaran bagi orang yang mampu adalah perbuatan yang zalim, dan jika seorang dari kamu diikutkan (di hawalah kan) kepada orang yang kaya, maka terimalah hawalah tersebut”.
Dalam hal hawalah mayoritas ulama sepakat membolehkan praktik hutang piutang yang tidak berbentuk barang, karena hawalah adalah perpindahan hutang, maka ia mesti dalam bentuk uang atau kewajiban finansial. Mekanisme hawalah merupakan salah satu bentuk transaksi dengan pengalihkan utang kepada pihak ke tiga dengan tanggungan bagi hasil, dalam hal ini transaksi dapat dilakukan dengan harga nominal. Karena itu investor dapat memperdagangkan obligasi melalui sistem hawalah untuk mendapatkan biaya finansial sejumlah pokok hutang yang akan dibayar.
Dalam aplikasinya dapat dinyatakan bahwa investor syariah dapat memindahkan (hawalah) obligasi yang dimiliki agar memperoleh uang sebanyak harga obligasi pada jatuh tempoh. Hal ini dapat dilakukan berdasarkan perjanjian bagi hasil dengan perusahaan penerbit. Karena itu prinsip dasar obligasi syariah adalah sebagai berikut:
1) Menggunakan sistem mudarabah
2) Untuk pasar sekunder dapat digunakan mekanisme hawalah
3) Dijual dengan harga nominal di pasar perdana.
4) Obligasi syariah merupakan suatu kontrak hutang yang tertulis, berjangka panjang. Untuk itu pengembalian hutang dan pembayaran keuntungan dilakukan berdasarkan aqad., tetapi pada suatu saat dapat ditarik kembali sesuai aqad.
Dengan demikian apabila instrumen keuangan didasarkan pada prinsip Islam, maka kesan negatif daripada pembayaran pokok hutang serta bunga tidak akan membahayakan pembangunan ekonomi negara. Untuk itu produk investasi yang dikenal dalam Islam merupakan produk yang dapat menyerap potensi ekonomi yang sedia ada dalam masyarakat Islam. Dapat dipahami bahwa suatu negara perlu melaksanakan produk-produk yang bersandarkan syariah untuk melaksanakan dan mengembang obligasi syariah. Dengan demikian prinsip perdagangan dalam Islam mesti bebas dari bunga, kemudian kerugian mesti berada pada masing-masing pihak yang terlibat pada pembiayaan, sementara keuntungan mesti dilakukan berdasarkan usaha dan pengambilan risiko.

E. KESIMPULAN
Obligasi merupakan sertifikat hutang yang diterbitkan oleh perusahaan kepada investor, dimana pokok hutang akan dibayarkan pada masa yang ditentukan. Atas pinjaman ini investor akan diberi imbalan bunga tetap setiap 3 bulan atau 6 bulan atau setahun, tergantung pada perjanjian awal obligasi ini diterbitkan. Berarti obligasi merupakan utang perusahaan kepada investor, dan utang ini akan dijamin pembayarannya kembali.
Praktik obligasi tidak dibolehkan dalam Islam, karena obligasi merupakan hutang yang memberi imbalan bunga tetap. Di samping itu jual bei obligasi termasuk pada jual beli hutang dengan hutang yang dilakukan secara tertangguh. Oleh karena itu tingkat bunga pada penambahan pokok hutang bukan merupakan instrumen yang efektif dalam menjalankan suatu usaha dan investasi dari perspektif Islam. Konsekuansinya diperlukan solusi alternatif dengan menawarkan sistem mudarabah. Obligasi mudarabah yang ditawarkan merupakan salah alternatif dalam menyokong obligasi sebagai instrumen keuangan dalam Islam, karena sistem mudarabah memperhatikan prinsip ألغرم بالغنم dimana keuntungan dan kerugian dibagi antara pengelola dan pemodal.
(Makalah di sampaikan pada Muktamar Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) dan Seminar Internasional Ekonomi Islam Medan Sumatera Utara, Garuda Plaza Hotel, 18-19 September 2005)


Wallahu aclam

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim
Abu Zahrah, Muhammad, al-Milkiyah wa Nazariyah al-cAqd fi asy-Syaricah al-Islamiyah, Mesir: Dar al-Fikr al-cArabiy, 1962,
Achsien, Iggi H, Mengintip Peluang Obligasi Syariah, http://www.TAZKIA.com
, 22 November 2000.
An-Nasāi, Sunan an-Nasāi, Bāb bayc al-fiddah bi al-dhahabi nasī’ah, Cet.2, Jil. 7, Maktab al-Matbūcāt al-Islāmiyah, Halab, 1986.
Aziz Dahlan, Abdul (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, Jil. 4, Jakarta: Van Hoove, 1997.
BAPEPAM Bekerjasama dengan Capital Market Society of Indonesia, Dana dan Investasi, Jakarta: BAPEPAM, t.th.
Bursa Efek Surabaya, Proses perdagangan dan penyelesaian transaksi obligasi, http://www.bes.co.id, 24 September 2003.
Ehsan, Muhammad Peluang Investasi Syariah, warta ekonomi, No. 05/TH.XII/19 Juni 2000.
Fuady, Munir, Pembiayaan Perusahaan Masa Kini (Tinjauan Hukum Bisnis), Bandung: PT Citra Adaitya Bakti, 1996.
Fuad Rahmany, A,.Profil obligasi negara sebagai instrumen fiskal dan investasi, Makalah,, Jakarta: Financial Club, 18 Disember 2002
Goeltom, Miranda S. Obligasi pemerintah, http://www.dmo.or.id/jurnal/joblpem.htm, 27 Nopember 2002.
Gunawan Yasni, Muhammad, “Penerbitan Syariah Bonds oleh Modal Ventura – dari Teori ke Praktik”, http://www.TAZKIA.com, 4 Juli 2001.
Hailani Muji Tahir, Perspektif bon dalam perundangan Islam, Seminar Kebangsaan Undang-Undang Perbandingan, Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, 2001
Husein Syahatah dan Athiyyah Fayyadh, Bursa Efek; Tuntunan Islam dalam Transaksi di Pasar Modal, Terj. A. Syakur, Surabaya: Pustaka Progressif, 2004.
Jakarta Stock Exchange, Peraturan go public, http://www.jsx.co.id/_old/education/gopublic.htm, 12 Sepetember 2002.
Ibn cAbididn, Rad al-Mukhtar, Jil. 7, Qaherah: Syarikah Maktabah wa Matbacah Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladih, 1966.
Ibn Humam, Sharh Fath al-Qadīr, Jil. 5, Qaherah: Syarikah Maktabah wa Matbacah Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladih, 1970.
Ibn Qayyim, Iclam al-Muwaqicīn, Cet. 2. Jil. 2, Qaherah: Maktabah al-Kuliyat al-Azhāriyyah, 1968.
Ibn Rusyd, Bidāyat al-Mujtahid wa Nihāyat al-Muqtasid, Jil. 2, Qaherah: Sharikah Maktabah wa Matbacah Mustafa al-Babi al-Halabi wa Aulādih, 1981,
Iskandar, Irfan, Pengantar hukum pasar modal bidang Kustodian, Jakarta: Penerbit Djambatan, 2001.
Khalil, Jafril, “Obligasi Mudarabah”, Makalah disampaikan pada Seminar Ekonomi Islam di Fakultas Syariah IAIN Imam Bonjol Padang, 19 Juni 2004.
Kustodian Sentral Efek Indonesia, “Obligasi pun diimobilisasi”, http://www.ksei.co.id/Fokus//Obligas/Diimobilisasi.htm, 23 Januari 2003.
Low, Janet, Memahami Pasar Modal, Terj Hasan Zein Mahmud, Jakarta: PT Upaya Swadaya Aksara, 1988.
Majallah al-Ahkam al-cAdliyyah, Cet. 5, 1968.
Menganalisa Obligasi Secara Cermat, http://www.investorindonesia.com/investing.htm, 27 Februari 2003.
Obligasi pemerintah Republik Indonesia, http://www.dmo.or.id/jurnal/joblpem.htm, 27 Nopember 2002.
Stanislausay, “Obligasi Bank Terlikuidasi”, Warta ekonomi No 03/Th.XI/7 Juni 1999,
Widoadmodjo, Sawidji, Cara Sehat Investasi Di Pasar Modal, Jakarta: Bisnis Indonesia, 1995.
Al-Syaukani, Fath al-Qadīr, Jil. 3, Qaherah: Syarīkah al-Maktabah wa Matbacah Mustafa al-Babi al Halabi, 1964.
As-Suyuti, al-Ashbāh wa al-Nazāir, Qaherah: Syarikah Maktabah wa Matbacah
Mustafa al-Babi al-Halabi wa Aulādih, 1959.
At-Tirmidhi, Sunan al-Tirmidhī, CDROOM al-Maktabah al-Alafiyyah li al-Sunnah al-Nabawiyyah, Istanbul: Cagri Yayinlari, 1981.
Usman, Marzuki, ABC Pasar Modal, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1990.
Undang-Undang Republik Indonesia Nombor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
cUthman Shabir, Muhammad, al-Mucāmalāt al-Māliyah al-Mucāsirah fī al-Fiqh al-Islāmiy, Jordan: Dār al-Nafāis, 1996.
Al-Zarqa’, Ahmad, Al-Sharh al-Qawācid al-Fiqhiyyah, Cet. 2, Damsyiq: Dār al-Qalam, Damsyiq, 1993,
Al-Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh al-Islām wa Adillatuh. Jil. 4, Damsyiq: Dār al-Fikr, 1996.
al-Zuhaili, Wahbah, Pelaburan dan jual hutang perspektif Islam, Dlm. Abdul Munir Yakcop dan Hamiza Ibrahim (editor), Islamic financial services and product, Malaysia: IKIM, 1999, hlm 127-179.
Al-Zuhaili, Wahbah, al-Mucamalāt al-Māliyah al-Mucasirah, Damsyiq: Dār al-Fikr, 2002.



< Sebelumnya Berikutnya >

[ Kembali ]


Syarat dan ketentuan | Partnership Ekisonline.com | Forum EkisoOnline.com | Hubungi Kami
Created and maintenance By © Anto. Hak cipta dilindungi UU.